Desember 16, 2014

MRD Project Part 6

Hi everybody in the house, how’s your life? Mine is fine, thank you.

This is the sixth part of MRD Project. What’s that? The answer is in my first post of MRD label in this blog. Okay, I’m very sorry because of this super late post but I guarantee you that the story is still quite interesting. Don’t you believe? Just try to read it until the last word in this post. Happy reading fellas :)
 


“Kkkkaak.. Dddonoo…” Yila bergumam melihat tontonan yang ada beberapa meter di hadapannya. Ada apa ini sebenarnya. Yila tertegun, bingung sekaligus marah karena seakan ia menjadi manusia yang paling tidak mengerti apa-apa di dunia ini. Akan tetapi, ia menahan diri untuk tidak tenggelam dalam chaos yang sedang terjadi. Ingatan-ingatan muncul satu persatu ke dalam benaknya. Terlebih mengenai suatu hal yang dirahasiakan Resa dan hingga saat ini Yila berpura-pura tidak tahu. Yila menghela nafas panjang. Entah mengapa ada butir air mata menggantung di sudut matanya. Yila bergegas pergi.
Dono pun membawa Resa pergi ke tempat yang dirasa aman karena jauh dari pria yang berkonflik dengan Resa. “Kak Dono?” Resa mengernyitkan dahi ke arah sosok pria yang baru saja menggenggam tangannya. “Sorry Sa..” Dono buru-buru melepaskan genggaman tangannya dari tangan Resa. “Tadi gue liat lo sempet bertengkar dan cowok tadi agak kasar. Kemaren gue abis nonton film tentang penculikan cewek untuk dijual gitu. Lagian tu cowok tampangnya udah lumayan tua. Kayak om-om gitu. Jadi gue berasumsi kalo dia pasti bukan pacar lo. Jadi kalian ga mungkin berantem sedahsyat gitu di tempat umum. Maaf banget ya Sa” Dono menjelaskan kemudian menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. “Iii..yaa.. Kak. Gue Cuma kaget aja Kak. Makasih ya anyway”. Resa masih dalam kebingunan. Beberapa detik mereka gunakan untuk menikmati keheningan karena merasa canggung akan situasi yang baru saja terjadi. “Emmm.. jadi, yang tadi beneran om-om yang mau nyulik lo?” Dono memulai pembicaraan dengan pertanyaan yang ia sendiri menyesal telah melontarkannya karena sama sekali tidak penting, bahkan mungkin privasi Resa. Karena jika bukan privasi, Resa pasti sudah menceritakannya tanpa diminta. “Ha ha ha.. bukan lah Kak. Lo terlalu banyak nonton film deh nih kayaknya” Resa tergelak. Harus gue Tanya ga sih cowok tadi siapanya Resa. Tapi kesannya ntar gue kepo. Dono berbicara dalam hati. Melihat Dono yang seperti sedang memikirkan sesuatu, Resa melanjutkan “Dia mantan pacar gue. Cinta monyet gue. Ngejar-ngejar terus sampe sekarang. Ga capek apa ya. Gue juga heran”. “Hooo….”. Hanya ungkapan itu yang keluar dari mulut Dono. “Dan sekarang kayaknya dia bakalan lebih capek deh Kak” ujar Resa. “Loh? Kenapa?” Tanya Dono. “Lo sih ngaku-ngaku suka sama gue. Udah deh dia pasti ngejar-ngejar lo juga” Resa tersenyum sambil membenarkan tali sepatunya. “Hah? Segitunya? Lo pasti lagi becanda” Dono menggelengkan kepalanya. “We’ll see later, Kak. Tapi prediksi gue sih gitu”. “Psycho…”


 ****

Di dalam bis menuju kos, Yila terlihat lesu. Kenapa tadi gue ga ngehampirin mereka aja ya , jadi gue ga perlu dihantui sama rasa penasaran ini. Ah Yila pengecut.Yila mengambil telepon genggamnya dari dalam tas, kemudian mencari nama di kontak buku teleponnya dan berhenti di nama Resa. Yila menekan tombol ‘call’. Nada sambung pun terdengar satu kali. Dua kali. Lalu buru-buru Yila menutup telepon genggamnya. Yila bahkan terlalu takut untuk tahu kenyataan yang bahkan ia sendiri tidak tahu benarnya. Tak lama kemudian, dering telepon genggam Yila berbunyi. Dari Resa. Yila sekejap menarik nafas panjang lalu menjawab panggilan Resa. “Ya Res?” “La, kenapa nelepon? Tadi gue lagi di toilet. Sorry..” “Engga, gapapa, tadi mau ngajak makan bareng. Ada warung makan enak yang baru buka deket kampus lho” Yila berbohong. “Oh, yaah, gue lagi ga di sekitar kampus nih, lagi ada survey buat proyek divisi” Resa berbohong. Oke satu sama Sa, Yila menyandarkan kepala di kursi penumpang bis. “Yaaah yaudah deh next time harus bisa ya. Lo selalu sibuk sama divisi lo nih. Sekali-sekali jalan-jalan lagi yuk kita” Yila mencoba seakan kecewa padahal kecewa yang dirasakan Yila terhadap sahabatnya lebih dalam ketimbang hanya tidak bisa makan bersama. “Iya lagi sibuk-sibuknya nih La, gue kabarin kalo luang ya nona..” “Okay….”

Yila menghela nafas. Entah apa yang terjadi saat ini. Haruskah ia tetap menyimpan pikiran yang positif atas kejadian yang terpampang jelas di depan matanya beberapa menit yang lalu. Yila membuka galeri handphonenya. Melihat fotonya bersama Resa. Beberapa foto dengan cara pengambilan yang sama, namun gaya berbeda. Ya, itu adalah saat mereka bosan mendengarkan kuliah dari seorang dosen tentang materi yang mereka tidak sukai, lalu mereka diam-diam berfoto, karena berfoto adalah salah satu cara bagi mereka untuk menghilangkan kepenatan. Lalu selanjutnya ada foto sesosok pria manis yang diambil secara candid. Pria itu sedang menikmati makan siangnya di kantin. Dono Djiwoseputro. Yila memilih opsi delete di handphonenya. Segera ia memasukkan handphonenya ke dalam tas dan memilih memenjamkan mata selama perjalanan pulang. Andai waktu bisa diputar ke masa lalu.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar