Desember 27, 2012

A Thousand Years - Christina Perri

Heart beats fast
Colors and promises
How to be brave
How can I love when I'm afraid to fall
But watching you stand alone
All of my doubt suddenly goes away somehow

One step closer
..

I have died everyday waiting for you

Darling don't be afraid I have loved you
For a thousand years
I'll love you for a thousand more

Time stands still

Beauty in all she is
I will be brave
I will not let anything take away
What's standing in front of me
Every breath
Every hour has come to this

One step closer
..

I have died everyday waiting for you

Darling don't be afraid I have loved you
For a thousand years
I'll love you for a thousand more

And all along I believed I would find you

Time has brought your heart to me
I have loved you for a thousand years
I'll love you for a thousand more

Desember 23, 2012

Untitled


Bilakah bongkah kegetiran ini menyaru
Mendepak getir gelisah yang makin menggila
Letih, tak terelakkan, namun yang lain menyumpahi juang
Mampu ku tahan ini, mampu..
Lebih lagi ku bisa buatnya rasakan jerangan larut kekhawatiran
Namun aku menyerah. Kau juga, kan ?

Tak ada lagi manis serapah
Aku bukan pamrih, tapi semua ini semu
Hanya sekadar senyum buatan agar senyum lain terurai
Palsu! Semua ini dusta! Kau rasakan ?

Lalu, apalagi yang kau harapkan ?
Mendekap dalam kepura-puraan senantiasa ?
Bilamana ku runut, untuk apa bertahan jika sesama ingin melepaskan ?
Kata tak lagi tulus terlantun. Hanya pembiasaan.

Kala memerhati kisah lalu, air muka kita sama ubahnya
Mungkin menangis, menjerit dalam hati. Kacau. Ingin kembali
Kadang harus ada pembiasaan
Pembiasaan tak ada lagi kita. Pembiasaan saling terberai
Bukankah kini semakin jauh ?
Bukan kita. Tapi hati. Bukan jiwa. tapi sanubari

Segala yang dielukan masa silam lantas sirna
Kemana ? Tersapu angin jenuh mungkin
Pasti kembali, namun tak akan sama. Tak seperti adanya kala
Lalu munggahkan saja perasaan yang ada
Semua ini, akhiri saja...

MRD Project ♥


And nooooowwww.. It’s my turn, guys, to continue our story.. MRD Project :)
MRD Project is Mima Rizka Dewi Project. Yap. Ini adalah project kita bertiga. Simply, we have to continue the story which anyone have made beforehand. 1st one is in Mima's blog (uashamima.wordpress.com) 2nd is in Dewi's (emillia-bahry.blogspot.com), and 3rd is in mine. Here is...... the third chapter of our project. MRD Project :) Enjoy it!

Just let it flow..
karena sesungguhnya kebahagiaan hakiki yang kita dapatkan adalah saat prosesnya berlangsung, saat kita nikmati peluh, suka, duka, segalanya, dan bukan pada saat hasilnya terhampar di telapak tangan, karena itu semu. Kebahagiaan itu berproses.


PART #3

Resa mengumpat dalam hati, “Kenapa sih. Kenapa lo ga biarin gue tenang sama hidup gue yang sekarang. Anggep aja kita ga saling kenal. Lo lupa? Lupa apa yang udah lo lakuin ke gue? Ah, sial.. gue nangis lagi. Nangisin orang ga penting kaya lo!”. Resa seketika menyeka air mata yang menetes di pipinya dan bergegas menyetop taksi yang lewat. “Bahkan lo terlalu bodoh untuk ga ngejer gue kan. Lo selalu gitu. Ga peka. Ah atau gue yang bodoh, masih aja ga bisa lepas dari bayang-bayang lo?” batin Resa. Mobil biru itu pun tenggelam bersama hiruk pikuk kota Bogor yang macet. Semrawut. Sesemrawut hati Resa.

*********
 
“Resaaaaaaa, kemarin sore kemana aja lo? Gue telponin mailbox mulu” Yila berteriak kepada Resa yang baru saja tiba di kelas dan teriaknnya membuat beberapa anak menatap ke arahnya. Resa bergegas mengahampiri Yila yang terbengong-bengong sambil secara refleks tangannya menutup mulutnya. “Was it too loud Sa? Yila berbisik.  “Hah? Apa sih? Awas tangan lo La” ucap Resa sambil berusaha menyingkirkan tangan Yila yang menghalangi mulut Yila berbicara. “Gue ngomong kenceng banget ya Sa?” ujar Yila merasa bersalah. “Lagian lo sih, pake teriak-teriak segala. Emangnya di hutan. Udah tau mereka lagi pada belajar gitu”  “Hah? Emang ada kuis hari ini?” Yila buru-buru mengeluarkan text-book Food Chemistrynya. “Kagak ada La, lo panikan banget sih” Resa berusaha menenangkan. “Ya ampun Saaa, kirain. Duh mereka tuh udah dewa, masih aja pada belajar sebelum kuliah. Mau dapet IP 4,5 kali yaaa” ujar Yila. “Hahaha, gue juga heran La, tapi bukannya emang gitu ya seharusnya? Kita aja kali ya yang terlalu santai?” “Emang otak gue pas-pasan Sa, ya mau digimanain juga gue ga akan bisa kaya mereka” ucap Yila sambil mengeluarkan earphonenya. “Kalo tentang otak lo yang pas-pasan sih dunia juga tau, La” Resa menahan tawa. “Sialan lo” sungut Yila. Melihat air muka Yila yang berubah cemberut itu membuat Resa tidak sanggup menahan tawanya. Pecahlah gelak tawa Resa yang diikuti tawa Yila. Menertawakan kebodohan masing-masing. “Ssttt......” salah seorang anak dari komunitas IP 4,5 menghentikan tawa Yila dan Resa. “Sorry..” ucap Resa. “Come on maaaan. You will die tomorrow, huh?” sungut Yila yang untungnya tak terdengar anak itu. Resa kembali tergelak dan menenangkan Yila.

Desember 21, 2012

Desember 19, 2012

Cahaya Bulan - Gie


Akhirnya semua akan tiba pada suatu hari yang biasa
Pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
Apakah kau masih selembut dahulu
Memintaku minum susu dan tidur yang lelap
Sambil membenarkan letak leher kemejaku
Kabut tipis pun turun pelan pelan di Lembah Kasih
Lembah Mandalawangi
Kau dan aku tegak berdiri
Melihat hutan-hutan yang menjadi suram
Meresapi belaian angin yang menjadi dingin
Apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
Ketika kudekap
Kau dekaplah lebih mesra
Lebih dekat
Apakah kau masih akan berkata
Kudengar detak jantungmu
Kita begitu berbeda dalam semua
Kecuali dalam cinta...

GREAT SENTENCES FROM A GREAT PERSON

Kami menggoyangkan langit, menggempakan darat, dan menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari dua setengah sen sehari..

Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli..

Bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita..

(SOEKARNO - Proklamator Kemerdekaan Indonesia)

Desember 01, 2012

Empat

November 7, 2012 ; 08.26 PM
Pangeran, kutemukan bagian diriku yang sempat hilang. Kau tahu bagaimana? Dengan kepingan harapan yang kau berikan, menorehkan darah di ulu ini, membias bersama bayangmu. Aku belum lega, Pangeran. Ini masih terlampau sulit. Namun, aku kuat. Kau paham diriku, bukan?

November 7, 2012 ; 09.59 PM
Pangeran, dingin malam ini begitu menusuk. Sakit. Sesakit hatimu. Sesakit jiwaku. Jangankan angin malam, badai pun pernah kita rasakan. Namun lihatlah, aku bertahan. Kau? Selamat malam, Pangeran. Semoga mimpi kita satu.

November 8, 2012 ; 06.09 AM
Pagi, Pangeran! Mataku sulit sekali terbuka. Sama seperti mata hatimu, mungkin.

November 8, 2012 ; 04.05 PM
Pangeran, aku benci diriku. Diriku yang berpura-pura tersenyum namun sebenarnya menyimpan luka. Aku benci mereka! Orang sok suci yang tak lantas peka dengan orang lain. Pangeran, kau baik saja kan?

November 8, 2012 ; 10.49 PM
Tenggorokanku sakit, Pangeran. Adakah dirimu disana memaksa air putih mengalir dalam rongga ini? Tak jua ku dengar seruanmu.

November 9, 2012 ; 07.23 AM
Kau pernah merasakan kegelisahan hingga nyaris ke ubun-ubun? Itu yang ku rasa saat awal membuka mata. Aku mimpi buruk, Pangeran.

November 12, 2012

Tiga


Lemah. Kau tahu bagaimana air mata tumpah ruah? Menggenangi peliknya kenyataan yang mestinya kau terima, menyayat urat nadi, sesak, ingin mati. Ia terjadi lagi. Harusnya ku baca perkamen usang penuh sumpah serapah sang pemegang pena sejak masa sebelum sesal ini kian meruah. Persimpangan yang membuatku berdiam diri untuk jalinan waktu yang tak diucap sebentar. Laguku kembali ku dendangkan. Bukan untuk diriku saja sekarang. Bahkan tetesan penuh pilu sudah menyeberangi lautan luas sana. Tempatnya berada. Namun sayang, bukan padanya ku mengharu biru. Tidak tepat. Ya. Sosok yang lain harusnya. Ah, lemah. Habis itu sesal lagi. Bosan.
                                                                                         
Kisah disini. Aku lihat itu lagi. Kau sadar? Cih! Jenuh aku marah, namun kau tak pernah bisa menyela hati yang makin lama makin ingin menjauh ini. Jangan salahkan keadaan. Salahkan dirimu yang senantiasa memberi pengharapan. Bukan hanya padaku. Miris. Kau pikir kau siapa? Seenaknya berlaga obral harapan? Kau pikir ini pasar kasih sayang? Tidak cukupkah aku senantiasa mengingatmu dalam doaku? Masihkah kau ingin seseorang di masa lalumu yang jauh lebih lampau mengerti dirimu ketimbang aku?  Coba katakan. Jangan diam, namun berceloteh di belakang. Menyakitkan. Tak ada lagi makna rintik air mata yang jatuh karenamu. Semu. Semua tak akan berbekas. Biar aku yang rasakan sendiri. Dramamu, lanjutkan saja! Ingin aku tahu sampai mana kau sanggup bercerita.

November 07, 2012

Dua

Coretan ini kutelisik lagi. Dalam masa yang bisa kusebut komplikasi dari segala hal yang telah kurangkai. Hidup ini sulit ya. Apa yang baik tak akan selamanya dapat dinamai baik. Mereka yang tak mengetahui segalanya itu ternyata cerminan apa yang kau inginkan sebenarnya. Apa yang tak kau inginkan terjadi pada dirinya akan malah terjadi. Lebih dahsyat. Aneh memang. Tapi itu hukum alam ini. Angkuh akan kalah dan iri akan berbuah pahit. Aku tak menyesal karena setidaknya diriku masih bisa mengendalikan polah anak kecil yang mereka punya. Cih!. Mengaku berumur namun tingkahnya payah. Kasihan.
Semoga saat nanti tiba mereka akan menyadari betapa menahan segala sesuatu itu tak merugikan dan mengendalikan diri sangat diperlukan.

Kembali melihat serpihan masa lalu. Memori yang sulit sekali untuk dihilangkan. Payah!. Belum bisa merelakan dan masih saja berusaha tidak menerima kenyataan bahwa telah ditemukan kenangan baru yang lain, yang mungkin lebih bisa memperlakukan sesuai dengan yang ku harapkan pada masa lalu. Psikopat. Memang ya. Aku rasakan. Tapi untuk apa berpura-pura? Aku memang belum bisa bersikap layaknya orang normal lain yang bisa dengan mudah membuang isi dan menukarnya dengan yang baru. Bahkan aku mungkin tak bisa menyeluruhkan keluar. Masih ada poletan sisanya. Masih kental. Sulit dihilangkan, sekali lagi. Itu yang kusadari. Bisa kau pikirkan? Gila? Ya.

Tulus. Aku bahkan terlalu menahan diri untuk bisa tampil sesempurna yang belum pernah ia temukan. Apakah iya? Tekanan ini tak seberapa bagi makhluk yang lantas disebut psycho seperti aku. Tak apa. Bangga? Tidak, bodoh. Dia sempurna, seperti yang sering aku bayangkan di masa lalu. Aku dapat. Senang. Senang di atas kepahitan yang dirasakan sebagian di masa lalu. Gila. Namun tak bisa ku putar ulang segala yang telah berjalan. Waktu itu absurd. Semuanya semu. Sesemu diriku saat ini yang bahkan aku sendiri sama sekali tidak mengenalinya. Aku terlalu jauh melangkah dan meninggalkan kelurusan yang ku tempuh. Berarti sekarang simpangan yang parah? Ah, ambigu. Bahkan mungkin hidupku lebih baik. Ya kelihatannya. Bersama orang yang pantas dan ya, baik. Namun bukankah sering didendangkan bahwa pencitraan harus dilihat dari sembarang tempat? Aku melihat hatiku. Kacau.

Entahlah. Ini buruk kurasa. Menyakiti hatiku, hatinya, mereka, semua. Berantakan!. Ingin ku hancurkan rajutan hidup yang awalnya kupilin hati-hati ini. Tahu kenapa? Sekarang polanya sudah lebur bersama tawa dan air mata. Aku bukan diriku. Menyesali keadaan? Wah tentu. Semua orang pasti ingin kembali dan memperbaiki apa yang tak mereka optimalkan dahulu. Tapi kurasa ini sudah terlalu sulit untuk dibenarkan. Dan itu artinya, hidup harus tetap berlanjut. Harusnya tak ada lagi dongeng masa lalu yang senantiasa terngiang di masa-masa aku sendiri. Harusnya aku lupa. Harusnya aku bersyukur. Harusnya aku tatap masa depan. Harusnya ku pegang erat uluran tangannya. Harusnya aku sadar. Omong kosong, psikopat! Lagumu indah untuk drama.

November 05, 2012

Satu

Dan akhirnya kutuangkan semua kegelisahan serta ketidaktahuan hati pada catatan kecil ini..
Ntah dari sudut mana sebaiknya kisah ini dimulai, yang aku inginkan hanyalah menyalurkan segala apa yang perasaan ini ingin ku salurkan, takkan ada lagi ketertutupan, takkan.
Aku sudah muak dengan segala kepura-puraan dan dunia yang aku sendiri penciptanya. Muak. Ingin muntah rasanya. Mengapa harus kalian pertanyakan semua yang seharusnya dapat kalian temukan sendiri jawabannya tanpa harus berlagak sok tak tahu? Aku muak. Demi Tuhan.

Aku mungkin sudah gila. Terlebih dengan urusan percintaan yang selalu saja kalian campuri. Ntah itu rasa peduli atau niatan bahan ejekan di antara kalian. Bukan aku berburuk sangka atas akan segala hal yang kalian lakukan. Namun rasanya ini sudah keterlaluan. Tak bisakah kalian sedikit saja memberikanku waktu untuk sekedar memposisikan diri kalian pada diriku ini. Dengar ceritaku, kalian akan mengerti bagaimana rasanya menjadi seorang peragu akan segala sesuatu. Termasuk apa yang jadi asal tertawaan kalian terhadapku. Apa kalian pikir ini lelucon? Kawan.. aku hanya butuh sedikit masa untuk mengurusi hati ini.. Memutuskan adalah hal yang cukup sulit untuk aku lakukan. Mungkin tidak pada kalian. Tapi bukankah kita berbeda? Jadi tolong, hentikan cemooh itu.

Kini lebih baik rasanya jika berada dalam kesunyian. Aku merasa damai. Bicaraku pun tak banyak akhir-akhir ini. Mungkin aku merasa lebih nyaman untuk diam tanpa harus banyak mengeluarkan kalimat tak berarti yang sering ku lakukan dahulu saat jaman sekolah. Meskipun hanya untuk sekedar humor bagi sebagian kecil dari mereka. Ku rasa itu keahlian tempo dulu yang kini sulit untuk ku biasakan lagi. Semua sudah berubah. Bahkan diriku hamper terpengaruh. Namun tidak pada hati ini.

Tak jarang aku merasa marah. Sangat marah. Muak aku dengan tingkah seorang yang mengaku sempurna itu. Yang tiap detiknya tidak peka akan perasaan lawan bicara atau manusia sekitarnya. Muak! Aku hanya bisa menuangkan segalanya disini.

Oktober 27, 2012

Nyanyian Pengharapan (Optimisme Anak Jalanan)


Derap kaki kecil semakin nyata terdengar, semakin lama
Perlahan bayangan itu muncul rupanya
Lembayung senja membias, lantas memekat
Mengiring lembut sepoi malam menusuk tulang

Sesosok kumal dengan mantel compang-camping
Hitam legam kulitnya, terbakar sang surya
Memanggul gitar berdawai pengharapan
Bersenandung  bibir mungil penghibur hati, senantiasa

Dia masih muda ! Masih perlu pengajaran
Dia masih muda ! Tak pantas mendapat begini perlakuan
Salah siapa ? Siapa kejam ?
Semua diam ! Hening pilu alih bergumam