Desember 23, 2012

MRD Project ♥


And nooooowwww.. It’s my turn, guys, to continue our story.. MRD Project :)
MRD Project is Mima Rizka Dewi Project. Yap. Ini adalah project kita bertiga. Simply, we have to continue the story which anyone have made beforehand. 1st one is in Mima's blog (uashamima.wordpress.com) 2nd is in Dewi's (emillia-bahry.blogspot.com), and 3rd is in mine. Here is...... the third chapter of our project. MRD Project :) Enjoy it!

Just let it flow..
karena sesungguhnya kebahagiaan hakiki yang kita dapatkan adalah saat prosesnya berlangsung, saat kita nikmati peluh, suka, duka, segalanya, dan bukan pada saat hasilnya terhampar di telapak tangan, karena itu semu. Kebahagiaan itu berproses.


PART #3

Resa mengumpat dalam hati, “Kenapa sih. Kenapa lo ga biarin gue tenang sama hidup gue yang sekarang. Anggep aja kita ga saling kenal. Lo lupa? Lupa apa yang udah lo lakuin ke gue? Ah, sial.. gue nangis lagi. Nangisin orang ga penting kaya lo!”. Resa seketika menyeka air mata yang menetes di pipinya dan bergegas menyetop taksi yang lewat. “Bahkan lo terlalu bodoh untuk ga ngejer gue kan. Lo selalu gitu. Ga peka. Ah atau gue yang bodoh, masih aja ga bisa lepas dari bayang-bayang lo?” batin Resa. Mobil biru itu pun tenggelam bersama hiruk pikuk kota Bogor yang macet. Semrawut. Sesemrawut hati Resa.

*********
 
“Resaaaaaaa, kemarin sore kemana aja lo? Gue telponin mailbox mulu” Yila berteriak kepada Resa yang baru saja tiba di kelas dan teriaknnya membuat beberapa anak menatap ke arahnya. Resa bergegas mengahampiri Yila yang terbengong-bengong sambil secara refleks tangannya menutup mulutnya. “Was it too loud Sa? Yila berbisik.  “Hah? Apa sih? Awas tangan lo La” ucap Resa sambil berusaha menyingkirkan tangan Yila yang menghalangi mulut Yila berbicara. “Gue ngomong kenceng banget ya Sa?” ujar Yila merasa bersalah. “Lagian lo sih, pake teriak-teriak segala. Emangnya di hutan. Udah tau mereka lagi pada belajar gitu”  “Hah? Emang ada kuis hari ini?” Yila buru-buru mengeluarkan text-book Food Chemistrynya. “Kagak ada La, lo panikan banget sih” Resa berusaha menenangkan. “Ya ampun Saaa, kirain. Duh mereka tuh udah dewa, masih aja pada belajar sebelum kuliah. Mau dapet IP 4,5 kali yaaa” ujar Yila. “Hahaha, gue juga heran La, tapi bukannya emang gitu ya seharusnya? Kita aja kali ya yang terlalu santai?” “Emang otak gue pas-pasan Sa, ya mau digimanain juga gue ga akan bisa kaya mereka” ucap Yila sambil mengeluarkan earphonenya. “Kalo tentang otak lo yang pas-pasan sih dunia juga tau, La” Resa menahan tawa. “Sialan lo” sungut Yila. Melihat air muka Yila yang berubah cemberut itu membuat Resa tidak sanggup menahan tawanya. Pecahlah gelak tawa Resa yang diikuti tawa Yila. Menertawakan kebodohan masing-masing. “Ssttt......” salah seorang anak dari komunitas IP 4,5 menghentikan tawa Yila dan Resa. “Sorry..” ucap Resa. “Come on maaaan. You will die tomorrow, huh?” sungut Yila yang untungnya tak terdengar anak itu. Resa kembali tergelak dan menenangkan Yila.


 Kantin begitu padat siang itu. Yila dan Resa bahkan tak menemukan meja kosong. Padahal cacing-cacing di perut Yila sudah demo dari tadi minta makan. “Makan dimana nih Sa?” ujar Yila tak sabar. “Dimana yaaa. Gue juga bingung. Eh eh, tuh disana ada yang kosong. Ayo cepetan, La” ucap Resa seraya menarik tangan Yila. Begitu sampai di meja yang kosong itu, secara kebetulan ada sosok lain yang juga sampai di tempat dan berusaha ingin duduk di situ, Dono. “Eh.. hmm..” Yila tak mampu  berkata-kata. “Eh, yaudah gapapa. Kalian aja disini. Gue cari tempat lain” ujar Dono. “Hm.. gapapa kak?” Yila berkata seakan menahan sesuatu hingga bisa terlihat wajahnya bersemu merah seperti kepiting rebus. “Gapapa kok..” ujar Dono plus seulas senyuman manis andalannya dan bergegas mencari tempat kosong lain di kantin. “Oh my..... Saaaaa, lo liat kan betapa manisnya senyum pangeran gue itu? Gue bahkan ga bisa berkata-kata Sa di hadapan dia” ratap Yila. “Haaaahh susah deh nyadarin anak satu ini kalo udah kesurupan setan pemuja cinta. Gue mau pesen ah. Tunggu ya” Resa bergegas pergi. “Sa, nasi padang ya pake ayam bakar yang paha, sayurnya nangka aja, gausah pake daun singkong” ujar Yila. “What? Bukannya lo tadi lagi kesurupan, ya? Sempet-sempetnya pesen makan?” “Hehehe..” Yila nyengir.
“Nasi padang dataaaaaaaaaang” Resa datang membawa dua piring nasi padang. “Waaaaah, terima kasih Resa cantik, akhirnya cacing-cacing di perut gue dapet jatah” ucap Yila sekenanya. Mereka pun berdoa dan memulai makan mereka. “By the way, Sa, lo belum jawab pertanyaan gue di kelas tadi pagi loh”  Yila angkat bicara. “Pertanyaan yang mana?” tanya Resa. “Lo kemarin sore kemana? Tumben handphone lo mati gitu. Lagi ga di rumah? Kemana lo ga ngajak-ngajak?” Yila berkata sambil memotong daging ayam kesukaannya. “Oh itu.. engga, gue di rumah kok La. Tidur gue dan handphonenya mati. Sorry..” Maaf ya La gue bohong. “Yaah, lo mah kebiasaan ga ngecharge handphone walaupun udah lowbat. Kalo udah mati aja baru deh dicharge. Kalo lo ga bisa dihubungin sementara ada hal penting yang mau gue kasih tau ke lo gimana coba?” ujar Yila. “Emang ada hal penting apaan La?” tanya Resa menghiraukan keluhan Yila. “Kan kata gue kalo Sa. Kalo” keluh Yila lagi. “Iya deh, maaf ya La, maaf. Jangan marahin gue gitu dong” ujar Resa menyesal. “Hmmm...” Yila bergumam. “Laaaaaaa, please. Gue traktir nasi padang deh” ucap Resa. “Jadi, persahabatan kita cuma seharga nasi padang?” Yila tercekat. Resa kaget karena merasa salah bicara. Namun tak lama kemudian wajah Yila melunak dan tersenyum, “Kalo dua piring, boleh deh” “Ah dasar lo..” Resa kesal. Mereka pun tenggelam dalam gelak tawa masing-masing.

**********

From : Resa (081256756XXX)
Laaaaa, dimana? Sore ini ke toko buku, yuk? Gue butuh buku bacaan nih.
Yila ragu menatap pesan singkat Resa. Kemudian ia membalas.
Yaaaaah, gue baru aja mau dapet sms ada rapat penting divisi, Sa. Sorry yaaaa...
From : Resa (081256756XXX)
Huuuu yaudah deh, gapapa. Lain kali yaaa, lo harus temenin gue!!!
Yila menghela napas menyadari kebohongna yang telah ia lakukan, dan tersenyum.
Siap, komandan! :)

Hari ini, Yila pulang ke rumah, bukan ke kontrakan seperti biasanya. Untuk orang yang berdomisili di Jakarta tentu mudah bagi Yila pulang saat weekend.  Namun biasanya Yila lebih memilih untuk tetap di Bogor saat weekend. Hal itu disebabkan oleh segudang kegiatan kemahasiswaannya yang padat dan tidak memungkinkan ia untuk pulang barang cuma sehari atau dua hari. Namun, lain dengan hari ini. Yila memang berniat pulang. Ada hal yang harus ia lakukan di rumah dan entah kenapa ia tidak ingin Resa tau. Belum saatnya, pikir Yila. Entah sampai kapan ia akan seperti ini. Hanya dirinya yang tau.

**********

Di rumah Yila. “Ibu, kenapa sih aku bikin kue ga pernah sempurna hasilnya kayak yang Ibu bikin?” Teriak Yila yang tengah mengeluarkan loyang-loyang berisi cookies yang berwarna kecoklatan dari oven. Ibu Yila berhenti sejenak dari kegiatannya menghitung tumpukan nota-nota pengeluaran, menghela nafas, meletakkan kacamata, dan bergegas ke dapur. “Liat nih Bu, warnanya jelek banget. Ibu bikinnya gimana, sih sebenernya? Aku nyerah deh” Ujar Yila sambil meletakkan loyang cookies di atas meja dapur. “Dek, kamu tuh mbok ya sabaran dikit jadi orang, masa mau langsung bisa bikin yang sempurna. Ibu juga dulu sering gagal lho” kata Ibu Yila bijak. “Iya, tapi ini tuh udah ke sekian kalinya Bu aku coba buat kue tanpa instruksi Ibu dan gagal” keluh Yila seraya menunduk. “Coba deh nduk, kamu jangan orientasi pada hasilnya. Kamu pinginnya itu jadi bagus, enak, dan sempurna, tapi kamu pasti lalai dalam prosesnya. Kamu pasti terlalu banyak memasukkan gula dalam adonan sampai itu cepat sekali berubah jadi kecoklatan padahal waktu pemanggangannya udah sesuai. Udah, engga apa-apa kok. Namanya juga belajar”  ucap Ibu Yila sambil tersenyum ke arah putri bungsunya.  Yila mendengus dan berusaha tersenyum pada Ibunya, “Iya Bu, aku pasti bakalan coba lagi”. “Nah, gitu dong. Itu baru anak Ibu”. Ibu ga tau. Ga akan bisa ngerti  sekalipun aku jelasin kenapa aku ingin sekali bisa buat kue yang enak dan sempurna. Aku pikir perasaan waktu itu main-main, hanya sesaat, dan esoknya aku pasti lupa. Tapi ternyata aku ga bisa lupa semudah itu. Aku ga bisa cerita sama siapa-siapa, sekalipun Resa, sahabatku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar